Translate this Article...
Ini kan cerita tentang seorang Prince yang hidup di tengah tumpukan banyak buku. Menandai wilayah kekuasaannya dengan deretan buku yang lembarannya terbuka.
Mempertahankan diri dengan menjadikan buku sebagai perisai. Malangnya, ia hanya bisa mempertahankan diri, tanpa mampu menyerang balik musuh-musuhnya. Keut~ Kali ini, sebuah cerita dongeng dari little prince, Eun Se-Gyeol. Eun Se-Gyeol tale.
I hate sorry. Everyone hates sorry. Keempat saudara Gyeol pun sama, bukan kata maaf yang ingin di dengar dari ayah mereka. Katakan saja kalau Ayah benar-benar menyayangi keempat anaknya, masalah akan selesai. Tapi Ayah tak ingin membohongi dirinya sendiri, sudah cukup rentetan kebohongan yang ia genggam selama ini yang mengacaukan segalanya. Kali ini, Ayah memilih untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Kebingungannya tentang rasa sayang yang ia miliki terhadap keempat anaknya. "I am sorry." ungkap Ayah.
"Ayah mengkhianati Ibu, bahkan sama sekali tak menyayangi kita." Eun Han-Gyeol menyadari semuanya. Bukan mereka yang harus keluar dari rumah, tapi Ayah. "Aku pikir kau yang seharusnya keluar dari rumah KAMI." Eun Doo-Gyeol menimpali, "Betul apa yang Noona ucapkan. Ayah adalah penyebab kekacauan dari semua ini. Kita tidak perlu meninggalkan rumah."
Bibi memperingatkan, "Tapi, kalian tidak bisa hidup sendirian di tempat ini." Eun Se-Gyeol tidak ingin kekacauan terjadi lagi, "Bibi benar. Jangan berlarut-larut dalam emosi. Berpikir rasional-lah." Keempat saudara Gyeol, mustahil bagi mereka untuk mengatur hidup mereka dengan upaya mereka sendiri. Mereka masih membutuhkan orang dewasa untuk membimbing, mengurus rumah tangga, mengatur segala rupa. Eun Han-Gyeol mendapatkan ide, ia meminta Park Bok-Nyeo untuk bekerja di keluarga Gyeol kembali.
Saat Eun Han-Gyeol bertanya mengenai kesediaan Park Bok-Nyeo untuk bekerja kembali di keluarga Gyeol, Park Bok-Nyeo menjawab, "Hal ini bukan urusanku untuk memutuskan."
Ayah menengahi, rasa bersalah yang menumpuk di dalam dirinya membuat Ayah membiarkan diri untuk keluar dari rumah. Ia juga memperkerjakan kembali Park Bok-Nyeo.
Ayah menengahi, rasa bersalah yang menumpuk di dalam dirinya membuat Ayah membiarkan diri untuk keluar dari rumah. Ia juga memperkerjakan kembali Park Bok-Nyeo.
Ayah mengangkat kaki keluar dari rumah keluarga Gyeol, "Aku memang bukan seorang ayah yang baik, tapi aku tidak pernah sekalipun memukul anak-anak sebelumnya. Apa yang aku lakukan, memperlakukan mereka seperti itu?" ucap Ayah. Ini kali pertama Park Bok-Nyeo mengutarakan pendapatnya tanpa diminta, "Hal itu adalah naluri seorang ayah, memarahi seorang anak bila anak itu melakukan tindakan yang tidak sesuai. Karena kau adalah seorang ayah." jawab Park Bok-Nyeo.
Eun Se-Gyeol tertidur di meja belajarnya, ia memimpikan Park Bok-Nyeo yang berubah menjadi seorang monster dengan senjata yang ditodongkan ke arahnya. Bunyi pistol yang terdengar sangat memekakkan telinga membuat Eun Se-Gyeol terbangun dari tidurnya. Ia kaget hingga terjatuh dari kursi belajarnya.
Eun Se-Gyeol, si pemikir yang jenius tak pernah ingin menggunakan kekuatannya untuk setidaknya membela diri saat beberapa orang mulai mencomoohnya. Ia tak ingin berurusan panjang dengan para monster di hadapannya itu. Eun Se-Gyeol membiarkan ke tiga teman sekelasnya mengganggunya. Memintanya untuk membayarkan semua jajanan yang di beli mereka.
Eun Se-Gyeol tertidur di meja belajarnya, ia memimpikan Park Bok-Nyeo yang berubah menjadi seorang monster dengan senjata yang ditodongkan ke arahnya. Bunyi pistol yang terdengar sangat memekakkan telinga membuat Eun Se-Gyeol terbangun dari tidurnya. Ia kaget hingga terjatuh dari kursi belajarnya.
Eun Se-Gyeol, si pemikir yang jenius tak pernah ingin menggunakan kekuatannya untuk setidaknya membela diri saat beberapa orang mulai mencomoohnya. Ia tak ingin berurusan panjang dengan para monster di hadapannya itu. Eun Se-Gyeol membiarkan ke tiga teman sekelasnya mengganggunya. Memintanya untuk membayarkan semua jajanan yang di beli mereka.
Eun Se-Gyeol membayarkan semua jajanan itu dengan sebuah kartu transportasi, kartu yang biasa digunakan oleh para pelajar untuk membayar bus yang ditumpangi mereka. Hasilnya, Eun Se-Gyeol terpaksa untuk berjalan kaki karena kartu transportasinya limit.
Eun Se-Gyeol mencoba untuk membohongi Park Bok-Nyeo, ia terpaksa berbohong karena mau tidak mau ia harus mengisi ulang kartu transportasinya itu. Kalau tidak, Eun Se-Gyeol terpaksa untuk berjalan kaki menuju sekolah. Usaha Eun Se-Gyeol gagal, Park Bok-Nyeo bukan seseorang yang mudah dibohongi. "Aku ingin membeli buku matematika, uang di kartu transportasi ini aku habiskan untuk itu." ucap Eun Se-Gyeol. "Kau sudah memiliki buku seri matematika lengkap. Buku mana lagi yang akan dibeli?" pertanyaa Park Bok-Nyeo yang membuat Eun Se-Gyeol terdiam.
Eun Se-Gyeol berpikir ulang, mencari-cari alasan lain. "Ah, aku juga harus membeli baju seragam olah ragaku yang baru, karena yang lama tiba-tiba hilang." Park Bok-Nyeo tahu betul bahwa pakaian olah raga Eun Se-Gyeol itu tidaklah hilang. "Pakaian itu ada di tempat pakaian bajumu." jawab Park Bok-Nyeo.
Tidak ada lagi alasan yang bisa disampaikan, Eun Se-Gyeol pun menghentikan usahanya untuk berbohong. Ia akan melalui pagi ini dengan berjalan kaki menuju sekolahnya. Ia membiarkan teman-temannya yang lain menaiki bus, sedangkan dirinya menundukkan kepala menyusuri pinggiran jalan menuju ke sekolah.
Anak-anak nakal itu kembali datang mendekati Eun Se-Gyeol. Ia meminta Eun Se-Gyeol untuk kembali membayarkan jajanan mereka. Eun Se-Gyeol menunjukkan kartu transportasinya yang kosong. "Ah, sebagai pengganti kartu transportasimu ini, bagaimana kalau aku mendapatkan sebuah smartphone?" tanya anak berbadan tambun yang mengalungkan lengannya di leher Eun Se-Gyeol. "Ayahku mengatakan kalau aku akan dibelikan smartphone jika aku mendapatkan 100 di ujian nanti."
Eun Se-Gyeol mencoba untuk membohongi Park Bok-Nyeo, ia terpaksa berbohong karena mau tidak mau ia harus mengisi ulang kartu transportasinya itu. Kalau tidak, Eun Se-Gyeol terpaksa untuk berjalan kaki menuju sekolah. Usaha Eun Se-Gyeol gagal, Park Bok-Nyeo bukan seseorang yang mudah dibohongi. "Aku ingin membeli buku matematika, uang di kartu transportasi ini aku habiskan untuk itu." ucap Eun Se-Gyeol. "Kau sudah memiliki buku seri matematika lengkap. Buku mana lagi yang akan dibeli?" pertanyaa Park Bok-Nyeo yang membuat Eun Se-Gyeol terdiam.
Eun Se-Gyeol berpikir ulang, mencari-cari alasan lain. "Ah, aku juga harus membeli baju seragam olah ragaku yang baru, karena yang lama tiba-tiba hilang." Park Bok-Nyeo tahu betul bahwa pakaian olah raga Eun Se-Gyeol itu tidaklah hilang. "Pakaian itu ada di tempat pakaian bajumu." jawab Park Bok-Nyeo.
Tidak ada lagi alasan yang bisa disampaikan, Eun Se-Gyeol pun menghentikan usahanya untuk berbohong. Ia akan melalui pagi ini dengan berjalan kaki menuju sekolahnya. Ia membiarkan teman-temannya yang lain menaiki bus, sedangkan dirinya menundukkan kepala menyusuri pinggiran jalan menuju ke sekolah.
Anak-anak nakal itu kembali datang mendekati Eun Se-Gyeol. Ia meminta Eun Se-Gyeol untuk kembali membayarkan jajanan mereka. Eun Se-Gyeol menunjukkan kartu transportasinya yang kosong. "Ah, sebagai pengganti kartu transportasimu ini, bagaimana kalau aku mendapatkan sebuah smartphone?" tanya anak berbadan tambun yang mengalungkan lengannya di leher Eun Se-Gyeol. "Ayahku mengatakan kalau aku akan dibelikan smartphone jika aku mendapatkan 100 di ujian nanti."
Eun Se-Gyeol mengerutkan keningnya, 100 point. Anak bodoh ini harus mendapatkan point 100. "Bagaimana caranya?" tanya Eun Se-Gyeol. "Kau itu bodoh. Kau harus membagi jawabanmu padaku." Haruskah? Eun Se-Gyeol tak mengiyakan tak juga menolak.
Yoon Song-Hwa mulai menyalahkan dirinya sendiri, ada yang tidak beres dengan perasaannya. Saat Ayah sudah tak lagi termiliki oleh siapapun, Yoon Song-Hwa merasa tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan Ayah. "Iya. Mereka bilang sebuah apel curian rasanya lebih lezat dari apapun. Maka aku menikmatinya. Dan aku sama sekali tidak tahu bagaimana membersihkan semua ini, jadi aku membuangnya." Yoon Song-Hwa berkata keras, ia tersinggung saat seorang teman menanyakannya tentang hubungannya dengan Ayah.
Yoon Song-Hwa pula yang berbohong pada tim direksi bahwa dirinya adalah korban pelecehan seksual dari Ayah. Pengakuan palsu dari Yoon Song-Hwa itulah yang membuat Ayah dikeluarkan dari perusahaan dan diharuskan melakukan pekerjaan kasar di lapangan. Juga karena sikap Ayah yang sama sekali tidak membenci Yoon Song-Hwa. Ayah terlalu menyayangi Yoon Song-Hwa, sedangkan Yoon Song-Hwa mengkhianati Ayah.
Eun Han-Gyeol dan her-Oppa duduk di pinggiran danau. Eun Han-Gyeol mulai merasa bahwa sikapnya terhadap Ayah terlalu keras. "Apakah sikapmu terlalu keras pada Ayah. Namun, setiap kali aku mengingat ibu, aku merasa tidak akan pernah bisa memaafkan Ayah. Semua berantakan, sejak Ayah pergi. Eun Doo-Gyeol berkeliaran sedangkan Eun Se-Gyeol mencoba mengatasi permasalahannya sendirian. Aku merasa seperti seorang yatim piatu."
Ketika her-oppa mencoba mencoba untuk menenangkan diri Eun Se-Gyeol dengan memberi ciuman di bibir, Woo Jae datang. Ia sengaja melemparkan bola basket ke arah her-Oppa. "Ini akan sangat berbahaya bila aku meninggalkan Eun Han-Gyeol sendirian." lirih Woo Jae saat Eun Han-Gyeol dan kekasihnya pergi meninggalkan Woo Jae.
Eun Doo-Gyeol, Eun Se-Gyeol, Eun Hye-Gyeol menonton sebuah berita, tentang seorang anak yang bunuh diri karena di-bully oleh teman-temannya. Eun Se-Gyeol hanya terdiam, entah sudah berapa lama ia memikirkan tentang satu hal hingga membuatnya tak kunjung menyelesaikan soal-soal di buku matematikanya.
Eun Hye-Gyeol bertanya, apa arti dari 'pecundang'. Ia bertanya seperti itu, karena pembawa acara berita tersebut menyebutkan bahwa anak kecil yang mati bunuh diri itu dicemooh oleh teman-temannya dan mereka menyebutnya sebagai pecundang. Eun Hye-Gyeol bertanya mengenai 'pecundang' itu pada Park Bok-Nyeo, "Ahjumma. Mengapa ada pecundang di dunia ini?" tanya Eun Hye-Gyeol.
Park Bok-Nyeo menjawabnya dengan lengkap, "Karena manusia itu adalah makhluk yang bodoh. Jika mereka mengetahui bahwa seseorang memiliki keunikan atau kelemahan, maka mereka tidak akan pernah mau mengakui perbedaan itu. Karena hal itu, mereka melakukan pencomoohan terhadap yang lain. Kebalikan dari orang-orang itu adalah, bahwa bila seseorang melihat yang lain lebih kuat dari pada diri mereka, meskipun orang yang kuat tersebut salah, maka seseorang itu akan melakukan apapun atas dasar ketakutan terhadap kekuatan dari orang lain."
Park Bok-Nyeo melihat ke arah Eun Se-Gyeol, saat ia menyudahi penjelasannya. Eun Doo-Gyeol terkekeh lalu bertanya asal kepada Eun Se-Gyeol, "Kau bukan korban pem-bully-an kan?" tanya Eun Doo-Gyeol. "Kutu buku sepertimu itu tipe yang gampang di-bully, kau tau?" Eun Doo-Gyeol tak mendengar pembelaan apapun dari Eun Se-Gyeol. Eun Se-Gyeol membungkam mulutnya, tak ingin membiarkan yang lain tau permasalahannya.
Yoon Song-Hwa ingin mengakhiri segalanya dengan Ayah. Malam itu, ia pergi ke hotel tempat ayah menetap. Hotel yang letaknya dekat dengan kantor konstruksi dimana Ayah bekerja saat ini. Ayah menyambut kedatangan Yoon Song-Hwa dengan senyuman bahagia. Yoon Song-Hwa menyuruh Ayah untuk tidak lagi berbaik hati padanya, "Aku yang mengatakan padanya bahwa kau telah melakukan pelecehan terhadapku. Aku pikir, akan lebih bijak jika aku tetap berada di perusahaaan." ungkap Yoon Song-Hwa berharap agar Ayah memaki dirinya. "Aku bisa menjadi seorang wanita jahat, tapi aku benar-benar tidak bisa hidup bercompang-camping."
Ayah tetap dengan sikap lembutnya, "Aku mengerti dengan persaannmu." Yoon Song-Hwa memekik, "Marahlah sepuasmu. Aku datang ke sini agar kau dapat menyalahkan segalanya padaku, agar kau tak lagi menyimpan bebanmu sendiri." Ayah memahami perasaan Yoon Song-Hwa, ia memeluk Yoon Song-Hwa, "Kau datang mengunjungiku saja sudah merupakan sesuatu yang cukup. Aku tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan, selagi kau bisa menunjukkan perasaanmu yang sebenarnya di hadapanku. Itu sudah cukup."
Ayah dan Yoon Song-Hwa tak menyadari bahwa di depan pintu kamar itu, Park Bok-Nyeo tengah berdiri. Ia menunggu Ayah untuk keluar dari kamar. Beberapa waktu lalu, Ayah meminta Park Bok-Nyeo untuk membawakannya pakaian, dan juga Ayah harus menandatangani berkas sekolah milik Eun Se-Gyeol, alasan itu yang membawa Park Bok-Nyeo datang untuk mengunjungi Ayah.
Moment mereka memang tidak tepat, Ayah yang mencoba untuk menjalin kembali hubungannya dengan Yoon Song-Hwa, dikacaukan oleh kedatangan Park Bok-Nyeo. Ayah kaget melihat Park Bok-Nyeo, sedangkan Yoon Song-Hwa marah karena ia pikir Ayah telah memecat Park Bok-Nyeo, tapi ternyata tidak.
Yoon Song-Hwa pergi meninggalkan Ayah dengan rasa kesal yang menggelantungi dirinya. Ayah pun sama, ia menumpahkan rasa kesalnya kepada Park Bok-Nyeo. Semua ini karena Park Bok-Nyeo, kalau saja Park Bok-Nyeo tidak datang secara tiba-tiba maka Ayah dan Yoon Song-Hwa akan kembali berbaikan. "Kau ini setidaknya menelponku saat kau ada di depan pintu. Mengapa kau menunggu kami keluar? Kau bahkan bukan istriku, tapi mengapa aku merasa sangat gugup, seperti aku telah tertangkap basah karena berselingkuh." Ayah mengerang kesal.
Park Bok-Nyeo yang tak peduli dengan apa yang Ayah katakan, melangkahkan kakinya untuk kembali pulang. Sebelum itu, ia menyuruh Ayah untuk menandatangani berkas sekolah milik Eun Se-Gyeol.
Saat Park Bok-Nyeo meninggalkan hotel, tiba-tiba seseorang memperhatikan Park Bok-Nyeo. Orang itu adalah kakek yang baru saja pulang dari kerja dan secara kebetulan melewati hotel. Kakek menaruh curiga pada Park Bok-Nyeo, ia memperhatikan daerah sekitar hotel dengan lekat-lekat, sampai menemukan Ayah yang berdiri tak jauh dari Park Bok-Nyeo. Ayah memperhatikan kepergian Park Bok-Nyeo, hal itu membuat kakek menduga-duga, dugaan yang paling terburuk yang kakek pikirkan. Seorang pria dan wanita di depan hotel, sesuatu pasti terjadi, pikir kakek.
Kakek yang jengkel dengan ulah Ayah, memanggil Ayah untuk datang ke kantornya. Di kantor kakek, kakek memarahi Ayah, ia menuduh Ayah telah melakukan hal yang tidak-tidak pada pembantu rumah tangganya itu. Bantahan dari Ayah juga tak ditanggapi oleh Kakek. Semakin ayah membela diri, Ayah semakin dimaki oleh kakek.
Kakek juga menyuruh Ayah untuk menandatangani surat kuasa hak asuh dari keempat saudara Gyeol, kakek akan mengambil alih hak asuh tersebut. "Turuti permintaanku ini, anggap saja ini permintaanku yang tearkhir. Serahkan hak asuh itu kepadaku dan tanda tangani ini. Maka aku akan berhenti untuk mengganggumu." ungkap Kakek. Menandatangi surat hak asuh itu sungguh sangat berat bagi Ayah, bagaimanapun juga ia adalah Ayah dari keempat anaknya.
Eun Se-Gyeol terpojok karena bual-bualan dari ketiga teman nakalnya itu. Dengan lancang ketiga orang itu menyiramkan bekas sisa air toilet ke sepatu Eun Se-Gyeol. Mereka mengancam, "Sepertinya kau meremehkan apa yang aku katakan. Kau tau, bila kau tidak mendapatkan seratus point dalam ujian dan bila kau tidak membagikan jawabannya padaku, kau akan dipukuli." Eun Se-Gyeol gemetar, ia tidak bisa melawan dan membiarkan sepatu putihnya menjadi kecoklatan, kotor dan bau karena air selokan yang disiramkan ke atasnya.
Sepulang sekolah, Eun Se-Gyeol menceritakan segalanya pada Park Bok-Nyeo. "Mereka mencemoohku. Aku pikir mereka tidak akan menggangguku lagi jika aku tidak mempedulikan cemoohan mereka. Ia mengambil semua uang yang ada di kartu transportasi. Dan sekarang ia ingin aku untuk membagikan jawabanku kepadanya agar ia dapat point 100. Ia bilang ia akan memukulku jika aku salah."
Park Bok-Nyeo mendengarkan apa yang Eun Se-Gyeol ucapkan, ia tidak memberikan komentar apapun dan membiarkan Eun Se-Gyeol untuk membagi rasa tertekannya, "Aku pendek dan tidak bisa melawannya dengan pukulan. Jika aku mengatakan hal ini pada Doo Gyul hyung, maka permasalahannya akan besar. Apa yang harus aku lakukan?" tanya Eun Se-Gyeol. Park Bok-Nyeo menjawab, "ini adalah hal yang harus kau putuskan sendiri."
Eun Se-Gyeol berpikir keras, lalu menemukan ide. Ia sangat marah jadi ide apapun akan terlihat sangat menjanjikan. "Ahjumma, kau melakukan apapun yang disuruhkan kepadamu, benar?" Park Bok-Nyeo bisa melakukan apapun, selagi masih dalam jangkauan kemampuannya. Eun Se-Gyeol melanjutkan permintaannya, "Kalau begitu, curilah soal matematika dari sekolah."
Eun Se-Gyeol berpikir, bila ia bisa mengetahui jawaban dari soal-soal matematika itu, maka ia akan mendapatkan 100 points. Dengan 100 points itulah, Eun Se-Gyeol akan terhindar dari pukulan teman-teman nakalnya. Park Bok-Nyeo melakukan seperti yang diperintahkan oleh Eun Se-Gyeol. Ia mendatangi sekolah, penjaga sekolah tak curiga dengan kedatangan Park Bok-Nyeo malam-malam seperti itu, "Aku akan mengambil kertas ulangan." ungkap Park Bok-Nyeo. Mendengar hal tersebut, penjaga sekolah berpikir bahwa kertas ulangan yang dimaksud adalah hasil ulangan yang dilakukan oleh anak-anak hari ini. Jadi pria itu membiarkan Park Bok-Nyeo masuk ke dalam ruang sekolah tanpa mencurigainya.
Park Bok-Nyeo berhasil membawakan soal test hasil curiannya, Eun Se-Gyeol tak mengira kalau Park Bok-Nyeo akan sesukses ini. Eun Se-Gyeol dengan ragu menerima soal test math tersebut. Ia lalu memberikan perintah lagi pada Park Bok-Nyeo, "Bisakah kau memarahi anak itu? Jika aku menunjukkan jawabanku, ia akan memintanya lagi dan lagi. Dan jika guru tau kalau kami saling memberikan contekan......" Eun Se-Gyeol menghentikan kata-katanya.
Terlintas untuk menghabisi anak nakal itu, dan Eun Se-Gyeol utarakan idenya pada Park Bok-Nyeo, "Ia nantinya pasti akan menjadi sampah masyarakat, menjadi seorang kriminal, bukan?" Eun Se-Gyeol membela dirinya sendiri, ia memastikan kalau apa yang akan ia lakukan adalah bukan sesuatu kesalahan. "Ahjumma. Mengapa orang seperti anak itu hidup dan seseorang yang baik hati seperti ibu harus mati? Untuk kebaikan banyak orang, bukankah orang seperti itu harus mati?!!" Eun Se-Gyeol menjawab pertanyaannya sendiri. Anak nakal itu harus di beri pelajaran. "Ahjumma. Aku mohon bunuh anak anak itu."
Sebuah perintah tegas dari Eun Se-Gyeol bergegas dilaksanakan oleh Park Bok-Nyeo. Wanita itu menemui anak nakal di sebuah bangunan tua. Dalam cahaya remang, tanpa belas kasihan Park Bok-Nyeo mendekati anak itu, mencekiknya dengan kuat. Jeritan anak itu tercekat, sementara dua orang temannya yang lain berlarian pergi.
"Berhenti." pekik Eun Se-Gyeol yang datang di menit-menit sebelum anak itu kehabisan nafas. "Apa kau benar-benar akan membunuhnya? Bagaimana kalau kau sampai masuk penjara." Eun Se-Gyeol cemas, Park Bok-Nyeo menjawab, "Aku tidak peduli akan hal itu." Eun Se-Gyeol menggenggam tangan Park Bok-Nyeo, dan mengajaknya keluar dari ruangan itu.
"Kau pengecut, hanya berani di balik punggung pembantumu." anak nakal itu menyulut kemarahan Eun Se-Gyeol yang sudah mereda. Eun Se-Gyeol bertanya, "Apa yang harus aku lakukan? Ahjumma, bagaimana rasanya dipukuli?" tanya Eun Se-Gyeol. "Apakah rasanya sakit." Park Bok-Nyeo mengangguk, "Rasanya sakit." Melarikan diri bukan solusi yang terbaik, hal itu disadari oleh Eun Se-Gyeol, "lebih baik sakit karena terkena pukulan daripada melarikan diri, bukan?"
Eun Se-Gyeol menguatkan jemarinya, ia mengepalkan tinju, mengerahkan semua tenaganya, kemudian berlari ke arah anak nakal itu. Eun Se-Gyeol mencoba melempar tinjunya, tapi anak itu malah berbalik memukul dan menendangi Eun Se-Gyeol. Dengan sisa tenaganya, Eun Se-Gyeol bangun, matanya nanar, bibirnya yang sudah lebam digerakkan, "Mengapa kau memperlakukanku seperti ini?!! Apa semua ini membuatmu senang? Aku hampir berpikiran untuk membunuh diriku sendiri. Apa yang akan kau lakukan jika aku berakhir dengan bunuh diri?!!!"
Tarikan Eun Se-Gyeol di kerah anak nakal itu semakin menguat seiring dengan kuatnya kata-kata kematian yang ia utarakan, "Bahkan, jika aku mati dan bila kau sudah meminta maaf, kau tidak akan mengubah apapun!!! Mengapa kau tidak menyadari hal itu?!! Apa kau tau apa artinya ditinggal mati oleh seseorang?!!!!"
Eun Se-Gyeol terlempar karena dorongan kuat dari anak nakal itu. Luka di wajahnya semakin bertambah karena dipukul bertubi-tubi. Sudah puas memukuli Eun Se-Gyeol, anak nakal itu pergi dengan berbagai umpatan, "Aku akan memukulimu jika kau tidak memberikanku jawaban. Mengerti?!!!!!"
Malam itu dilalui Eun Se-Gyeol dengan wajah lebam membiru, di perjalanan menuju rumah, ia utarakan semua rasa kesalnya. "Aku selalu berpikir bahwa tidak ada jalan untuk memenangkan diri dari anak berandal itu. Jika aku menelpon polisi maka kau akan ditahan, tapi jika aku mengatakan pada Doo Gyul, masalah akan bertambah runyam. Apa yang harus aku lakukan. Jangan katakan semuanya terserah padaku." Eun Se-Gyeol memohon pada Park Bok-Nyeo untuk membantunya.
Park Bok-Nyeo menjawab, "Ada cara lain. Apa alasan terkuatmu dan keinginanmu untuk masuk ke sekolah International terbaik?" Pertanyaan sederhana dari Park Bok-Nyeo membuat Eun Se-Gyeol sadar akan banyak hal. Apa yang membuatnya bersiteguh ingin diterima di sekolah international terbaik? Ada cara terbaik untuk mengalahkan berandalan itu.
Pagi harinya, saat test ujian dimulai, Eun Se-Gyeol memberikan jawaban yang salah. Ia mengerjakan dengan baik di kertas soal, tapi menuliskan jawaban yang salah di kertas jawaban. Eun Se-Gyeol tak berbohong, ia membagi jawabannya pada anak berandalan itu, jawaban salah yang tertera di lembaran putih.
Seusai ujian, guru memberikan hasil dari ujian yang telah dilangsungkan. Sangan mengejutkan, baik itu Eun Se-Gyeol dan anak berandalan itu, mereka sama-sama mendapat Nol point di ujian matematika.
"Mengapa aku mendapat NOL?!!" geram anak berandalan itu setelah mendorong Eun Se-Gyeol. "Kenapa?!! Bukankah kau menyuruhku untuk membagi jawaban? Aku sudah memberikanmu jawaban. Aku tidak berbohong, aku juga mendapatkan NOL point. Ayo, pukul aku. pukul aku. Kau bahkan tidak bisa memukulku kan?" tantang Eun Se-Gyeol.
Tak ada rasa takut, Eun Se-Gyeol sudah mempertaruhkan segalanya. Semua rencana dan mimpinya untuk bisa di terima di sekolah international unggulan kandas. Ia tidak bisa mendapatkan rekomendasi dari sekolah karena ujian kali ini ia mendapatkan nol.
Di rumah, Eun Se-Gyeol mengerjakan ulang soal ujian matematikanya itu. Hampir 100 persen ia mengerjakan dengan jawaban yang betul. "Aku pantas mendapatkan Nol. Hukuman pada diriku sendiri karena sudah menyuruhmu untuk mencuri soal ulangan. Kau bertanya apa alasanku memilih untuk masuk ke sekolah unggulan international kan? Semua.. ... karena aku ingin mendapatkan pujian dari Ibu."
"Pertanyaanmu membuatku menyadari bahwa, Ibu pun tidak akan menyukaiku bila aku bertindak curang. Pada akhirnya aku menghancurkan diriku sendiri." ungkap Eun Se-Gyeol. "Tidak. Kau melakukan hal yang terbaik." puji Park Bok-Nyeo. You did right, prince.
Tetangga menyebalkan keluar Gyeol, Ibu Eo Jin, menguntit kediaman keluarga Gyeol lewat teropong yang baru saja dibeli suaminya. Melalui teropong itu ia melihat seorang pria melintas. Rasa penasaran yang menggerogoti Ibu Eo Jin, membuat dirinya berjalan mengendap-endap ke arah rumah keluarga Gyeol.
Malam itu seorang pria misterius mengitari daerah sekitar rumah keluarga Gyeol dengan menggunakan sepedanya. Sangat aneh bukan bersepeda malam-malam seperti itu? Pria misterius itu melintas bersamaan dengan Eun Doo-Gyeol yang tengah memantul-mantulkan bola basketnya. Eun Doo-Gyeol sama sekali tidak mencurigai pria misterius bersepeda yang baru saja melintas di sampingnya.
Disaat yang bersamaan, tetangga penggosip di sebelah rumah keluarga Gyeol, menguntit diam-diam. Ia berjalan berjinjit-jinjit mendekati kotak surat berwarna biru dengan bintang utara tergambar di dindingnya, kotak surat milik keluarga Gyeol. Entah apa yang Ibu Eo-Jin itu lakukan. Ia hanya berdiri di depan kotak surat.
Eun Doo-Gyeol menghentikan langkahnya, ia mendapati kotak surat keluarga Gyeol terbuka. Terdapat sebuah surat misterius yang bertuliskan, "Pembantumu adalah seorang pembunuh". Kata-kata yang membuat Eun Doo-Gyeol terdiam mematung.
Bersambung..
Episode ini cuuuute sekaliii, bisa denger gadis mungil ini nyanyi. So cuuute...