Sinopsis Reply Me / Answer Me 1994 episode 9 part 1

Translate this Article...

 Sinopsis Reply Me / Answer Me 1994 episode 9 part 1




Seoul, 1994.
Sebuah stasiun televisi di Seoul menayangkan berita dramatik yang di setiap scenenya selalu terdengar jeritan. Sebuah berita buruk tentang Seo Ta Ji, pembawa acara berita itu menginformasikan, �Terdapatnya pesan setan di dalam lagu yang Seo Ta Ji nyanyikan. Jika lagu itu diputar dari arah yang berlawanan maka akan terdengar seperti perkataan�tidak adanya cukup darah�salah satu dari siswa profesional melakukan hal tersebut. Mereka memutar balik lagu Seo Ta Ji dari lirik yang paling akhir, maka kata-kata�tidak adanya cukup darah�akan terdengar sangat jelas. Beberapa ahli sedang melakukan peninjauan lebih jauh mengenai hal ini.�.


Hanya Yoon Joon yang menjadi satu-satunya orang yang paling tidak menikmati tayangan aneh tersebut. Wanita berbadan mungil itu bahkan harus mengancam Chun Pyo dengan melempar badan besarnya ke tembok, mengangkat leher Chun Pyo bukan sesuatu hal yang sulit, Yoon Jin melengkapi semua tindakan brutalnya itu dengan kata-kata super kasar. �Semua yang aku katakan juga diberitakan di televisi.� Tunjuk Chun Pyo ke arah televisi. Chun Pyo baru saja mengabari Yoon Jin mengenai berita satanic-message itu pada Yoon jin. �Aku tau, kalau kau menonton berita seperti itu, tutup mulutmu! Jangan berkata apapun! Jangan menyebarkan berita yang tidak-tidak.� Amuk Yoon Jin.


Yoon Jin memastikan bahwa Chun Pyo tak akan pernah melawannya. Ia memanggil dirinya dengan sebutan Noona. Panggilan �Noona�, seperti sebuah jabatan super tinggi yang berhasil membuat Chun Pyo bertekuk lutut. Yang hanya bisa ia lakukan adalah meminta maaf, memohon agar Yoon Ji menjauhkan tangan bajanya dari leher berlemak milik Chun Pyo. �Kecilkan suaranya!� pekik Yoon Jin sebelum beranjak pergi ke kamarnya.


Hae Tae tak ingin terlibat. Seperti kura-kura, ia duduk sangat rapih di depan televisi. Dengan kaku Hae Tae mengecilkan volume tv sesuai dengan perintah Yoon Jin. Semenjak Yoon Jin mengetahui dan membeberkan semua rahasia yang dimiliki oleh penghuni rumah kos, tak ada yang berani membantahnya, apalagi Chun Pyo dan Hae Tae. Mereka lebih baik diam ketimbang leher mereka harus melayang di tangan Yoon Jin. �Hei.. apa lehermu baik-baik saja?� tanya Hae Tae pada Yoon Jin yang berhasil keluar dari ancaman kematian. Pfftt.. �Lehermu memerah.� Ungkap Hae Tae seraya memperhatikan leher Chun Pyo yang memerah.

�Aku heran. Pria mana yang akan menikahi gadis seperti itu. Pria itu akan benar-benar sangat menderita.� Hae Tae menggeleng-geleng, tak pernah tau bahwa seseorang yang akan menikahi Yoon Ji adalah pria yang duduk di sebelahnya. �Tenang saja, aka nada banyak anjing liar yang akan menikahinya.� Sahut Chun Pyo dengan kesal. Hmpft.


Seoul, 2013.
Tak ada yang berubah, perlakuan sadis Yoon Jin pada Chun Pyo tetap berada di tempatnya seperti semula. Seperti beberapa tahun lalu, Chun Pyo�yang kini sudah menjadi suami syah Yoon Jin�harus rela membiarkan dirinya berada di bawah tekanan sang istri yang level sadisnya tak juga menurun. Di rumah baru Na Jung, Yoon Jin memanggil-manggil nama Chun Pyo. Kali ini berubah dengan sebutan, �Yeobo~~~�


Chun Pyo yang sibuk mencari-cari sesuatu di dalam kulkas segera menyahuti panggilan Yoon Jin. Ia tersenyum manis seraya mendengarkan setiap ucapan yang Yoon Jin katakan. Setelah memahami setiap perkataan Yoon Jin, Chun Pyo mencari-cari sesuatu di dalam kulkas. �Kim Sung Joon!� panggil Yoon Jin dengan menggunakan nama asli Chun Pyo. �Iya?� jawab Chun Pyo dengan ramah. Ia mengeluarkan kepalanya dari dalam kulkas. �Apa yang sedang kau lakukan? Mengapa kau menggeledah kulkas milik orang lain.� Tanya Yoon Jin. �Aku sedang mencari susu kardus.� Jawab Chun Pyo, ia lalu mengarahkan pandangannya pada Na Jung. �Na Jung-ah, apa isi kulkasmu hanya ini? Apa tidak ada susu kardus?� tanya Chun Pyo. �Diumurmu yang seperti ini kau  masih mencari susu kardus?� ejek Hae Tae. �Ya.. Ya.. Ya.. Suamiku itu berumur dua tahun lebih muda dari kita. Ia juga selalu memakan cokelat, strawberry dan susu.� Bela Yoon Jin.



�Yeobo-ya? Umurmu berapa tahun?� pandu Yoon Jin. �Aku berumur 32 tahun.� Jawab Chun Pyo dengan menyamakan suaranya seperti suara bayi. Untuk menyenangkan istrinya, ia bahkan membuat gerakan-gerakan ala kyeomi~ Aw, cute~


Semuanya tersenyum melihat tingkah Chun Pyo. Bong Yi yang tak tega melihat teman lamanya diperlakukan seperti itu, ia sengaja melempar botol bekas minuman yang baru saja diminumnya. Bong Yi tersenyum manis, kemudian fokusnya kembali pada video rekaman pernikahan Na Jung. Di video itu, Chun Pyo tengah gugup. Ia sedang mempersiapkan diri menjadi pengiring acara, beberapa kali ia mengecek naskahnya agar tak ada kekeliruan. Untuk meredakan diri, Chun Pyo juga meneguk banyak air.



�Ya. Bukankah Chun pyo terlihat seperti ayah atau paman Yoon Jin.� Protes yang lain. �Yoon Jin-ah, wajahmu tetap sama seperti saat kau berumur 20 tahun.� Puji Re Ki setelah meneguk birnya. �Wajah Oppa juga malah bertambah muda di usia Oppa yang sekarang ini.� Balas Yoon jin. Re Ki tersenyum lalu menyahuti dengan alasan, �Ah, saat itu aku terlalu tertekan karena pelajaran di universitas� balasnya.


Seoul, 1994.
Sebuah buku besar di buka lebar-lebar oleh Na Jung. Tangannya direntangkan hingga ketiga orang�di samping kanan kiri dan juga belakang dirinya�dapat melihat isi buku yang berjudul �Keajaiban�. Bukan berisi bacaan berbobot tentang berbagai keajaiban di dunia atau cara menciptakan keajaiban, tapi hanya sebuah lembaran penuh bintik menutupi seluruh kertas. Permainan tebak gambar, menebak gambar yang tersembunyi dari titik-titik yang tersirat tak jelas.


�Dua kanggoro!� �Kanggoro!� �Kangguru!� pekik Chun Pyo, Hae Tae dan Bong Yi saling bersahut-sahutan. �Tupai. Aku melihat tupai.� Kata Bong Yi dengan lantang. �Aku tidak melihat apapun.� Hanya Na Jung yang terdengar sangat frustasi. �Kau tidak melihat binatang itu?� tanya Bong Yi pada Na Jung. �Ayo.. ayoo. Dibalik.� Hae Tae sudah tidak sabar untuk menebak gambar yang lainnya.


Sigh.. Ini bahkan bukan hal serius yang harus dikerjakan dengan sepenuh hati, tapi Bong Yi, Chun Pyo, Hae Tae dan Na Jung memainkan permainan tebak gambar ini dengan seluruh kekuatan konsentrasi yang mereka miliki. Tak akan ada yang bisa memecahkan konsentrasi mereka. Satu lembar gambar penuh bintik berhasil ditebak oleh ketiga pria yang mengelilingi Na Jung. Anehnya, hanya Na Jung yang sama sekali tak mampu menebak.

�Ah, mickey mouse!� Seru Bong Yi�Hae Tae dan Chun Pyo meng-iya-kan. �Gambar Mickey Mouse!� �Mickey Mouse!� �Mickey Mouse!� Untuk membantu Na Jung menemukan titik-titik yang menghubungkan gambar abstrak itu, mereka memperagakan jenis hewan yang tergambar di dalam buku. Mereka menekuk jemari masing-masing dan mengarahkannya ke samping kanan. �Singa!!! Roaaar!!!� seru ketiga pria itu dengan lantang. Cute~ Bong Yi memperagakannya dua kali, satu kalinya lagi ia demonstrasikan sendiri, agar Na Jung menemukan gambar yang ditemukan oleh Bong Yi, Hae Tae dan Chun Pyo.



Yoon Jin datang memberitahukan bahwa sarapan mereka sudah siap. Chun pyo dan Hae Tae langsung bangkit, perut mereka kelaparan. Bagi mereka masakan Ibu lebih penting dari apapun. Sebelum pergi ke ruang makan, Chun Pyo mengendus-endus mencium wangi masakan Ibu�lalu menebak apa yang terhidang di meja makan. Hae Tae mengajak Bong yi untuk sarapan, namun Bong Yi tolak. Tentu saja karena Na Jung.



�Apa kau tidak akan sarapan? Kalau kau tidak sarapan sekarang, lauknya akan habis.� Ucap Hae Tae seraya menepuk-nepuk punggung Bong Yi. �Nanti saja, aku akan membantunya.� Jawab Bong Yi, tak mempermasalahkan jatah sarapannya demi Na Jung. Sweet. �Ya.. Ya.. Na Jung, apa kau juga tidak akan sarapan?� tanya Hae Tae. �Aku akan sarapan kalau aku sudah bisa melihat gambar ini.� Jawab Na Jung yang belum juga mengalihkan pandangannya ke arah lain, iya masih memfokuskan diri pada buku ajaib itu. �Ya. Ia tidak akan bisa melihatnya. Kau tau kan, bila sejak awal tidak bisa menebak gambar abstrak maka tebakan dilembaran berikutnya akan sulit.� Hae Tae berbisik pada Bong Yi. Bong Yi hanya tersenyum mendengarnya.


Na Jung yang pantang menyerah, tak akan meninggalkan tempatnya duduk sampai ia bisa menemukan gambar abstrak yang juga ditemukan oleh Bong Yi, Chun Pyo dan Hae Tae. Ini kesempatan untuk Bong Yi. Assa~~ Setelah Chun Pyo dan Hae Tae pergi, Bong Yi mulai kembali memperhatikan Na Jung. Senyum di wajah Bong Yi dengan sendirinya mengembang manis ketika memperhatikan mata Na Jung dan wajah Na Jung yang berubah aneh. (*What is the proper term for �juling�?


Bong Yi perlahan mengambil buku dihadapan Na Jung. Ia membalik-balikan setiap lembarannya dengan menebak gambar di kertas abstrak itu dengan sangat mudah. Na Jung terkesima, ia memuji Bong yi karena keahlian membaca gambar abstrak. Na Jung juga ingin bisa setidaknya melihat satu gambar saja dari buku bintik abstrak. Na Jung semakin mendekatkan badannya ke arah Bong Yi. Tanpa merasakan apapun, Na Jung mengaitkan lengannya dengan lengan Bong Yi, agar Na Jung bisa melihat mata Bong Yi dengan dekat. Bagaimana mata sesipit itu bisa membaca dan melihat gambar abstrak? Pikir Na Jung. Sedangkan dirinya sendiri tidak bisa.


Bong Yi pun memberitahukan beberapa tips untuk Na Jung. Na Jung mendengarkan setiap nasihat yang Bong Yi berikan, tentang bagaimana cara memusatkan mata pada gambar abstrak. Tak hanya sampai di situ, Bong Yi juga memberikan satu PR ringan untuk Na Jung. Menebak satu lembar titik berabstrak dengan sebelumnya Bong Yi sudah terlebih dahulu memberikan clue. Na Jung sama sekali tak mengetahui, kalau PR tebak gambar abstrak yang Bong Yi berikan itu adalah satu cara agar milik Bong yi agar Na Jung bisa mengetahui perasaan sukanya. Sweet~


�Perhatikan. Kau harus memfokuskan mata pada titik ini. Lalu kemudian menyilangkan pandangan matamu, dengan sungguh-sungguh. Kalau sesuatu disekeliling mulai buram dan gambar abstrak perlahan semakin nyata, jangan langsung melihat ke arah gambarnya. Diamkan saja dulu, biarkan matamu tetap menyilang, lakukan dengan sungguh-sungguh. Dan.. gambar abstrak akan terlihat dengan jelas.!� Pekik Bong Yi. �Sudah kau menyerah saja, kau tidak akan bisa melihat gambar abstrak itu.� Ejeknya lagi pada Na Jung. Na Jung menatap kesal ke arah Bong Yi. �Ah, sini..sini.. aku akan mencarikan yang paling gampang untukmu.� Bong Yi membuka lembaran demi lembaran dari buku tersebut, kemudian memilih satu halaman yang menurutnya sangat mudah. �Ini. Kau harus bisa menebak gambar ini, kalau kau tidak bisa menebak bagian abstrak semudah ini maka kau tidak akan pernah bisa menebak halaman yang lain.� Kata Bong Yi.



�Aku pasti bisa. Ayo kita taruhan. Kalau aku bisa menebak gambar apa ini, maka kau harus membayarku 100 dollar. Kalau aku tidak bisa, maka aku akan membayarmu 100 dollar.� Na Jung memulai ritual menatap gambar abstrak tersebut. �Whoa.� Seru Bong Yi ketika mendengar taruhan yang Na Jung berikan.


Beeper Bong Yi berdering keras, Bong Yi harus pergi untuk mengurusi team baseballnya. Ia menepuk-nepuk punggung Na Jung, seraya menyuruh Na Jung untuk menelponnya saat Na Jung sudah bisa memecahkan rahasia gambar atau kata abstrak di kertas tersebut.



Di meja makan, saat tengah memakan lahap masakan buatan ibu, Ayah membacakan dengan keras berita utama dari sebuah koran. Sebuah berita mengenai Seo Ta Ji�idola kebanggaan Yoon Jin. Sayangnya, informasi yang dibacakan Ayah adalah informasi buruk yang membuat Yoon Jin geram. �Ah, berita ini mengatakan kalau Seo Ta Ji adalah setan. Apa ia benar-benar setan?� tanya Ayah dengan polosnya. Yoon Jin marah besar, tanduk di atas kepalanya meruncing dan gigi taringnya keluar. Semua tanda-tanda iblis itu hanya bisa dilihat oleh Chun Pyo dan Hae Tae. Tak ingin diamuk oleh iblis Yoon Jin, Chun Pyo dan Hae Tae segera meninggalkan makanan sarapan berharga mereka untuk menyelamatkan nyawa mereka yang lebih berharga.



Tapi, Ayah sama sekali tak menyadari perubahan emosi pada Yoon jin. Yoon jin paling tidak suka kalau idolanya dijelek-jelekan oleh siapapun. Ia melampiaskan kemarahannya dengan menancapkan sumpit miliknya ke mangkuk, hingga memberikan suara dentuman yang menggema. Chun Pyo yang khawatir dengan keselamatan Ayah.. Hmmpff. Ia segera menghampiri Ayah, kemudian mengambil paksa koran yang tengah Ayah baca. Chun Pyo tak mempedulikan omelan Ayah.


Seperginya Bong Yi, Na Jung memutuskan untuk pergi sarapan. Ia duduk bersebelahan dengan Re Ki. Semenjak Re Ki mengetahui perasaan Na Jung yang sebenarnya, sikapnya sedikit berubah. Re Ki tak lagi langsung memukul Na Jung atau memarahinya atau sekedar berbuat baik padanya�setiap perbuatan yang Re Ki lakukan untuk Na Jung, selalu ada jeda di sana. Re Ki memikirkan banyak hal, kali ini, Na Jung dipandangnya bukan lagi adik kecil polosnya seperti dulu. Ia memahami, Na Jung bertambah dewasa dan perasaannya pun akan mengait terhadap banyak hal.



Re Ki membantu Na Jung untuk mengambilkan lauk, tanpa sengaja, baju putih Na Jung terkena noda dari makanan yang tengah diaduk oleh Re Ki. Sama seperti Re Ki, Na Jung semakin sulit untuk menatap mata Re Ki. Ia gugup, karena ada rasa yang belum ia ucapkan. Melihat noda di baju Na Jung, Re Ki meminta maaf dengan tulus lalu mengusap-usap noda yang berada tepat di bagian dada Na Jung tersebut dengan lap. Na Jung terkejut, �Ya!! Biarkan saja! Tidak apa-apa!� Untuk mengalihkan rasa gugupnya, Na Jung mengomel dan memarahi Re Ki, lalu bergegas membersihkan noda di baju putihnya. �Jung-ah, maafkan Oppa.� Kata Re Ki.



Na Jung menggerutu karena bajunya, ia mencopot baju putihnya tanpa mengunci terlebih dahulu kamar mandi yang dipakainya itu. Beberapa detik kemudian Re Ki masuk ke dalam kamar mandi untuk meminta maaf karena kesalahannya. Niatnya untuk membantu Na Jung membersihkan noda di baju itu malah berubah menjadi kegugupan bagi Re Ki. Kecanggungan menjalari tubuh Re Ki, selama berdekade ia hidup bersama Na Jung di bawah atap yang sama, tak pernah sekalipun Re Ki menatap Na Jung sebagai seorang wanita. Tak peduli seberapa banyak umur Na Jung bertambah, ia tetap adik kecilnya, tapi sekarang semua itu berubah.



�Jung-ah.. Aku akan me-laundry�� Dengan kaku, Re Ki menundukkan kepalanya lalu meminta maaf seraya keluar dari kamar mandi, �Maaf.. Maaf.�  Na Jung menggigit bibir, ia malu. Malu sekali. Rasa malu yang kemudian diikuti oleh beberapa rentet rutukan.



Na Jung mentraktir Bong Yi di sebuah restaurant. Ini adalah janjinya pada Bong Yi, karena Bong Yi sudah memberikan beberapa tips untuk memecahkan gambar abstrak tadi pagi. �Apa kau sudah bisa menebak gambar abstrak itu?� tanya Bong Yi. �Belum.� Na jung menyuapkan satu sendok penuh makanannya. �Kau tidak akan bertanya pada siapapun tentang gambar itu kan?� Bong Yi memastikan agar hanya Na jung yang bisa memecahkan gambar tersebut.



�Apa yang akan kau lakukan besok?� Bong Yi penasaran, apakah Na Jung bisa datang ke pertandingannya besok. �Ada apa?� tanya Na Jung. �Besok ada pertandingan baseball. Aku yang menjadi mendapat bagian menjadi pictcher. Apa kau bisa datang? Aku ingin kau agar datang ke pertandinganku besok.� Pinta Bong Yi dengan manis. �Berikan aku clue. Satu saja.� Na Jung tak henti-hentinya membicarakan tentang gambar abstrak yang masih belum bisa ia selesaikan. Ia meminta beberapa clue lagi, berharap dengan sedikit clue yang diberikan oleh Bong Yi�Na Jung bisa menghilangkan rasa penasarannya. �kalau aku memberikanmu hint apa kau besok akan datang?� Bong Yi memastikan lagi. Na Jung mengangguk.



�Baiklah. Clue nya adalah, itu bukan sebuah kata-kata.� Jawab Bong Yi. �Apa berarti sebuah gambar?� tanya Na Jung dengan antusias. �Bisa jadi sebuah gambar.� Bong Yi menjawabnya dengan senyuman. �Ah, Kenapa aku yang harus datang?� tanya Na Jung. �Kau tau. Jinx.� Jawab Bong Yi. �Jinx.� Na jung tak mengerti dengan istilah Jinx. �Jinx itu semacam seseorang yang datang ke pertandingan dan membawa keberuntungan. Jadi, kalau kau datang, aku akan menang. Team kami memiliki banyak Jinx, tapi aku ingin kau juga datang.� Bong Yi menjelaskan agar Na Jung bisa datang. Please. �Ah, tapi besok aku ada presentasi kelompok. Bagaimana Bong-ah. Kalau aku tidak datang, nilaiku akan menurun.� Na Jung tak berbohong, besok di kelasnya adalah sebuah presentasi, salah satu anggota yang tak datang maka tidak akan mendapatkan nilai. �Pokoknya kau harus datang. Bila teamku kalah, semua itu karena kau tidak datang.� Jawab Bong Yi dengan cute nya~ gah~ ma boy.



Geu Re yang tengah bekerja kedatangan adik laki-laki kesayangannya. Adik yang jauh-jauh datang dari desa untuk menjenguk keadaan Geu Re. Geu Re menjemput adiknya di dekat sebuah tugu besar. Ia menanyakan alasan kedatangan adiknya itu, sebelum kemudian mengajaknya makan bersama di sebuah restaurant tempatnya bekerja. �Kenapa kau datang ke sini? Apa kau bertengkar lagi dengan Ayah? Bagaimana dengan sekolahmu?� tanya Geu Re. �Aku datang ke sini tentu saja untuk menjenguk kakak.� Jawab Adik Geu Re yang bernama Doo Won itu. �Aku memiliki alasan untuk datang ke sini. Kak, aku tidak tersesat datang ke Seoul. Hebatkan. Hanya dengan sekali jalan, padahal ini baru pertama kalinya bagiku.� Doo Won mencoba mengalihkan kemarahan kakaknya. Geu Re tak ingin adiknya dimarahi oleh sang Ayah. �Bila Ayah sampai tau kau datang ke sini, maka kau tidak akan selamat. Kau akan dimarahi habis-habisan.� Pekik Geu Re. �Kak, Aku lapar� ungkap Doo Won memohon.



Adik Geu Re menikmati keindahan kota Seoul dari etalase restaurant tersebut, mulutnya tak henti-henti dipenuhi oleh gigitan burger yang tak kunjung habis. Bersama adiknya Geu Re membagi banyak hal. Bing Geu Re mungkin menjadi yang paling polos di antara Bong Yi, Hae Tae, Chun Pyo, Na Jung, Yoon Joon dan Re Ki. Tapi dihadapan adiknya, Geu Re berubah sebagaimana layaknya seorang kakak. Menjaga adiknya, memarahi bila adiknya melakukan kesalahan dan banyak hal lainnya yang jarang Geu Re tunjukkan di depan banyak orang.


�Apa kau bertengkar dengan Ayah? Kau dipukuli lagi olehnya?� tanya Geu Re. �Kalau Ayah dipukuli saja itu tidak apa-apa, aku hanya akan bergabung dengan teman-temanku dan minum soju, semuanya akan selesai.� Jawab Doo Won. Geu Re memukul kepala Doo Won, pelajar seperti Doo Won belum boleh mencicipi minum-minuman keras. �Nilai di sekolahmu pasti turun.� Terka Geu Re.


Terkaan yang benar, Doo Won pun mengaku, �Kak, Ayah sudah keterlaluan, ia menjatuhkan harga diriku. Aku sudah tidak bisa lagi menerima hal itu, jadi aku pergi ke sini.� Doo Won tertawa saat mengatakan nilainya turun, �Nilaiku benar-benar turun. Aku berada di peringkat terakhir. Kak, aku benar-benar tidak berminat untuk belajar di sekolah. Entah sudah belajar berapa lama, otakku tidak bisa menampungnya, aku tetap saja tidak mengerti dengan pelajaran yang dipelajari di sekolah.� Geu Re bertanya lagi, �Apa yang akan kau lakukan kalau tidak sekolah?� tanyanya. �Aku punya mimpi. Tapi aku tidak akan memberitahukannya padamu. Tidak akan.� Jawab Doo Won.


Selesai berbincang, adik Geu Re memprediksi bahwa hari ini akan hujan, padahal cuacanya sangat cerah, terang benderang. Geu Re melihat ke langit, apa benar adik kecilnya ini bisa meramal cuaca? Dan tak lama, rintik berjatuhan dari langit. Selama pembicaraan berlangsung, Geu Re tak pernah menyebutkan niatnya yang sudah hampir terlaksana yaitu tidak lagi menjadi anak kuliah jurusan kedokteran. Keluarga termasuk adiknya itu tak tahu bahwa Geu Re sudah lagi tak jadi seorang mahasiswa, tapi seorang pekerja biasa.



Acara makan siang itu selesai, Na Jung dan Bong Yi harus berpisah untuk mengerjakan kepentingan mereka masing-masing. Mereka tak pulang bersamaan. Na Jung berlari tergesa-gesa menghindari derasnya hujan. Tapi terlambat, baju putih dan seluruh tubuhnya sudah basah kuyup. Belum lagi jalanan yang licin membuatnya terjatuh. Ia tak terbiasa menggunakan sepatu berhak tinggi, ketidakbiasaan tersebut membuat Na Jung tergelincir di atas aspal. Lututnya sedikit terluka dan kakinya terasa sangat sakit. Seraya menelpon telepon rumahnya, Na Jung mencopot sepatu basahnya itu lalu menjemurnya di atas telepon umum.



�Ibu.. Mengapa lama mengangkat teleponnya. Aku terjebak hujan, kakiku keseleo, ah ini benar-benar sakit. Ibu aku di supermarket Twin, jemput aku, aku tidak membawa payung. Ibu�� Na Jung mengira yang menerima telepon adalah Ibu, tapi ternyata Re Ki. Na Jung sudah terlanjut mengomel seraya merintih kesakitan, menyuruh Ibunya untuk menjemput dirinya. Re Ki menawarkan diri, ia yang akan menjemput Na  Jung dengan membawa payung. Yang Na Jung tinggal lakukan adalah menunggu kedatangan Re Ki. �Apa kakimu tidak apa-apa? Kau sedang di Twin Supermarket kan? Jangan kemana-mana, aku akan menjemputmu.�

Bersambung Sinopsis Reply Me / Answer Me 1994 episode 9 part 2


Related Posts:


Previous
Next Post »
Blogger Academia Blog ini terdaftar sebagai Alumni Blogger Academia tahun 2015 dengan Nomor Induk Blogger NIB: 015182166, dan dinyatakan Lulus sebagai salahsatu dari 100 Web/Blog Terbaik Blogger Academia tahun 2015.

Mohon laporkan jika terjadi penyalahgunaan Blog dan atau terdapat pelanggaran terhadap konten/artikel yang terindikasi memuat unsur Pornografi, Perjudian dan Hal-hal berbau Sara.

Hormat kami,

Andi Akbar Muzfa, SH
Ketua Blogger Academia
Pimpinan Advokat dan Konsultan Hukum ABR & Partners