Translate this Article...
Ketika Arung Matoa Wajo (La Sangkuru), memeluk agama Islam pada abad ke XVII, beliau mengajak rakyatnya agar menerima ajaran baru itu, dan besar penduduk Wajo menerima Islam sebagai agama mereka, akan tetapi sebagaian masyarakat desa Wani menolak ajaran tersebut, mereka tetap memegang ajaran yang diterima dari leluhur. Komunitas yang tetap mempertahankan ajaran tersebut merasa terdesak dengan perkembangan agama baru yakni Islam, kemudian mengungsi ke daerah Sidenreng Rappang.
Istilah Tolotang semula dipakai oleh raja Sidenreng sebagai panggilan kepada pengungsi yang baru datang di negerinya. To (tau) dalam bahasa Bugis berarti orang, sedangkan lotang dari kata lautang yang berarti arah selatan, maksudnya adalah sebelah selatan Amparita, terdapat pemukiman pendatang, jadi Tolotang artinya orang-orang yang tinggal di sebelah selatan kelurahan Amparita, sekaligus menjadi nama bagi aliran kepercayaan mereka.
Muzhar (dalam Mukhlis, 1985), addtuang Sidenreng sebelum menerima kelompok pendatang dari desa Wani, terlebih dahulu menyepakati perjanjian yang dikenal dengan Ade’ Mappura OnroE yang pokok isinya adalah ;
- Ade’ Mappura OnroE
- Wari Riaritutui
- Janci Ripaaseri
- Rapang Ripannennungeng
- Agamae Ritanrei Mabbere
- Adat Sidenreng tetap utuh dan harus ditaati
- Keputusan harus dipelihara dengan baik
- Janji harus ditepati
- Suatu keputusan yang berlaku harus dilesterikan
- Agama Islam harus diagungkan dan dilaksanakan
Komunitas Blogger Sidrap (KBS)