Sinopsis Drama Special : Nara�s Rain part 1

Translate this Article...


Hujan. Buat kamu, arti hujan itu apa? Bagi Son Woo Gi dan Moon Na Ra, hujan adalah kepahitan. Sesuatu yang mereka benci, karena meleburkan semua kenangan manis menjadi tidak berarti. Keduanya membenci hujan, tapi juga merindukan pelangi yang muncul kala hujan reda. Mereka juga merindukan suara rintik hujan dan wangi dedaunan yang basah. Saling merindukan tapi tidak pernah bisa untuk saling memiliki.


Ini adalah kisah tentang hujan, hujan milik Nara. Kisah tentang seorang pria bernama Woo Gi yang membenci hujan, namun arti dari nama �Woo Gi� sendiri adalah hujan.

Son Woo Gi

Moon Nara

Sinopsis Nara�s Rain part 1


Hujan yang tak kunjung reda membuat kekhawatiran Nara semakin menjadi. Seseorang yang sangat berarti bagi hidupnya belum juga tiba, padahal ini sudah sangat larut. Dalam remang lampu meja di ruang tamunya, Nara mengintip derasnya hujan dari balik jendela. Jalanan sudah mulai hening, tapi suara rintik hujan yang menerpa atap apartementnya membuat suasana menjadi gaduh. Kegaduhan yang juga terjadi di sudut hati Nara. Ia tak bisa tenang, sebelum pria itu sampai di rumah, suaminya.

Nara menekan tombol teleponnya, suara sambungan telepon diikuti oleh hangatnya suara suami Nara membuat Nara sedikit lega. �Oppa. Ini sudah larut. Kau bahkan tidak memiliki payung.� Ungkap Nara. Suara pria di sambungan telepon menjawab dengan nada tenang, �Tidak apa Nara-yah. Aku adalah gurunya, lagi pula anak ini berada dalam pengawasanku di sekolah. Ia sudah seperti anakku sendiri.� Jawab pria itu. �Oppa, kau tau. Usahamu ini tidak akan pernah mendapatkan apa-apa.� Nara mencoba untuk meyakinkan suaminya agar mengurungkan niat dan kembali ke rumah.

�Aku melakukan ini bukan untuk mendapatkan apapun. Ia sangat ketakutan, lagipula letak rumahnya juga tak jauh. Tunggulah, sebentar lagi aku pulang.� Jawab pria di seberang sana. Nara menutup teleponnya, membuka jendela lebar-lebar, ia memperhatikan hujan, berharap hujan berbaik hati untuk berhenti sejenak. Suaminya melakukan hal itu, membantu seorang siswa yang terlibat dalam geng motor. Semua itu dilakukannya hanya semata-mata untuk membantu, sama sekali tak terpikirkan untuk mendapatkan apapun, bahkan kenaikan pangkat. Ia seorang guru, seorang suami dan  kelak akan menjadi calon Ayah. Pria yang sangat Nara sayangi.


Nara menunggu suaminya di pinggiran jalan, ia membawa dua payung. Setiap mobil yang berlalu-lalang ia perhatikan dengan teliti, setiap detik ia berharap mobil yang lewat dihadapannya adalah mobil milik suaminya. Nara tak mempedulikan hujan yang membasahi dirinya, ia tetap menunggu.


Sementara dari kejauhan, deru suara motor terdengar sangat memekakkan telinga. Ada segerombol geng motor yang melaju dengan sangat cepat. Mereka mengendarai motornya dengan sembarangan, sampai tanpa sengaja motor mereka nyaris hampir menabrak Nara yang berdiri mematung di pinggir jalan. Nara terjatuh, tak lama kesadarannya hilang, hal terakhir yang didengar dan dilihatnya adalah suara rintik hujan dan genangan air.



Malam itu di sebuah rumah sakit, upacara pemakaman diadakan. Suami Nara meninggal dalam kecelakaan tabrak lari sepulang dari rumah siswanya. Moon Nara tak sendiri, ada seorang pria muda yang juga kehilangan ayahnya. Pria itu adalah seorang siswa SMA bernama Son Woogi. Woogi kehilangan ayahnya dalam kenangan terburuk. Yang Woogi tau, ayahnya meninggal karena bunuh diri.



Dalam keterpurukan, Moon Nara juga mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Ia menggoreskan pisau di pergelangan tangannya tepat di upacara pemakaman itu. Nara selamat dari usaha bunuh dirinya, karena bantuan dari orang-orang terdekat Nara. Woo Gi berada dalam kerumunan orang-orang yang membantu Nara, ia memperhatikan Nara. Darah yang mengalir dari pergelangan tangan wanita itu membuat Woo Gi menitikan air mata. Hal terakhir yang akan Woo Gi lakukan setelah Ayahnya meninggalkan dirinya adalah bunuh diri, tapi berkat Nara, Woo Gi mengerti betapa menakutkannya menghancurkan diri sendiri seperti itu.


Dua tahun kemudian.


Nara mencoba mengatur ulang kehidupannya. Ia memberanikan diri untuk berbaur dengan keadaan yang tiba-tiba berubah menjadi sangat asing. Ia juga memutuskan untuk kembali mengajar di sekolah. Nara mencoba untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan, dua tahun sudah cukup baginya untuk terpuruk dalam kenangan. Mungkin ini adalah saat yang tepat bagi Nara untuk bangkit. Tapi ternyata sulit, Nara masih membenci hujan. Ia membenci genangan air. Kenangan kala hujan itu membuat diri membenci segala hal yang berkaitan dengan rintik hujan.



Na Ra memperkenalkan dirinya di depan kelas. Guru muda yang sangat cantik membuat para siswa pria menggodanya. �Guru, apakah kau sudah punya pacar?� �Suami? Suami?� �Ah, lihat pupil matanya mengecil, pasti ia sudah punya pacar.� Ungkap para murid jahil di kelas itu. Nara tak bisa menangani rasa takut dan gugupnya, ia memutuskan untuk keluar kelas untuk menenangkan diri.




Jam pelajaran sebentar lagi akan dimulai, Nara datang ke kelas yang masih kosong. Ia duduk dan memperhatikan hujan dari balik jendela. Nara masih memakai jam tangan milik suaminya, ia memutar ulang jam itu, lalu memilih untuk mendengarkan suara denting jarum jam ketimbang suara riuh air hujan.


Tak lama, Woo Gi datang. Badannya basah kuyup, ia harus menunggu hujan reda baru dapat pergi ke sekolah.


�Siapa kau?� tanya Woo Gi. Sudah dua tahun berlalu, dan Woo Gi perlahan melupakan wanita yang hendak bunuh diri di upacara pemakaman dua tahun yang lalu. Nara menjawab, �Aku gurumu.�

�Apa Mr. Choi tidak masuk?� tanya Woo Gi. Nara segera bangkit, ia baru menyadari bahwa ia masuk ke kelas yang salah. .�Maaf. sepertinya aku memasuki kelas yang salah.� Ungkapnya seraya berdiri dan meninggalkan kelas. Nara meninggalkan sesuatu di meja, jam tangan milik suaminya. Woo Gi mengambil jam itu dan berusaha mengejar Nara.



�Miss. Ini milikmu yang tertinggal.� Kata Woo Gi. Nara menghentikan langkahnya dan mengambil jam itu. �Terimakasih.� Ucapnya singkat lalu kembali masuk ke kelas.



Ada berkas luka sayatan di pergelangan tangan Nara, hal itu mengingatkan Woo Gi kepada wanita yang pernah ia temui dua tahun silam.


Di dalam kelas, Nara menelungkupkan kepalanya di atas meja, Woo Gi memperhatikannya dari jauh. Hurt.



Nara tertidur di sofa, pagi itu ia terbangun karena deringan telepon dari sang ayah yang menanyakan tentang kabarnya. Ayah cemas karena ia merasa bahwa Nara terlalu memaksakan diri untuk kembali ke kota tempat dulu ia dan suaminya tinggal. �Aku baik-baik saja Ayah. Tidak apa-apa.� Ungkap Nara.


Ia mengakhiri teleponnya dan perhatiannya tertumpu pada satu sepeda penuh debu dihadapannya. Sepeda yang selalu ia pakai saat suaminya masih hidup.



Pagi itu, Nara mengendarai sepedanya. Ia berputar-putar di sekeliling tepian sungai. Dengan susah payah Nara mengayuh sepedanya, ia seringkali kehilangan keseimbangan ketika menikung. Hampir saja Nara terjatuh ke dalam sungai kalau Woo Gi tidak menyelematkan. Kebetulan, tepian sungai itu adalah tempat favorite Woo Gi. Ia terbiasa menghabiskan waktunya di sana.



�Apa kau tidak apa-apa?� tanya Woo Gi. Kakinya mengganjal ban depan sepeda agar tidak terpental ke dalam sungai. �Ah aku tidak apa-apa.� Jawab Nara.  �Bagaimana kau bisa menaiki sepeda dengan cara seperti itu.� Woo Gi tertawa manis. �Katakan padaku, kemana tujuanmu. Aku akan mengantarkan kau kemanapun. Apa kau terbiasa tinggal di daerah sini? Aku tidak pernah melihatmu.� Tanya Woo Gi. Dengan gugup Nara mencoba menjawab, �Aku baru saja pindah dari desa.�


Nara mencoba untuk menghindari Woo Gi, ia mengayuhkan pedal sepedanya dan menjauh. Namun, baru beberapa langkah, Nara sudah terjatuh dan Woo Gi segera membantunya.



Pada akhirnya, Woo Gi yang mengantarkan Nara kembali ke apartemennya. Sepanjang perjalanan Woo Gi tak henti-hentinya tersenyum. Nara sebaliknya, ia ragu untuk berpegangan pada Woo Gi.



Sesampainya di apartement, Woo gi bertanya, �Di lantai berapa kau tinggal?� Seraya mengunci sepedanya Nara menjawab tanpa menatap mata Woo Gi, �Di lantai 3.� �Apa kau tinggal sendirian?� tanya Woo Gi lagi yang penuh dengan rasa penasaran. Nara terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu, �Aku tentu saja tinggal bersama suamiku.� Jawabnya berbohong agar Woo Gi tak menanyakan banyak hal.



Woo Gi menemukan cincin yang mengait di jari Nara. �Ah, jadi kau menikah lagi?� tanya Woo Gi. Kali ini Nara menatapnya. �Sudah dua tahun berlalu saat suamimu meninggal. Tepat tanggal 17 Juli?� Woo Gi mengatakan hal yang ia tahu. �Kau mengadakan upacara pemakaman di waktu bersamaan saat Ayahku meninggal, di rumah sakit yang sama pula.� Pria itu mencoba untuk tersenyum. Air mata Nara mulai menggenang, ia berlari menuju ke apartemennya meninggalkan Woo Gi.




Apakah di gurun juga turun hujan? Karena Woo Gi tengah terdampar di sebuah gurun yang gersang, dan air yang menetes dari langit berubah menjadi darah.

Woo Gi terbangun dari mimpinya, mimpi yang selalu menghantuinya selama beberapa tahun ini.


Malam itu, Nara mengenang kembali masa-masa bersama suaminya. Mereka berdua menghabiskan banyak waktu untuk menjelajahi kebudayaan Negara lain. Foto-foto di tempat kebudayaan yang muncul di monitor laptop itu membuat Nara tersenyum.

Tak berapa lama teleponnya berdering, suara seorang pria terdengar saat Nara mengangkat teleponnya. �Hallo. Guru, bagaimana kabarmu? Aku Moo Jin.� Ungkap Pria muda itu. Moo Jin, murid yang 2 tahun lalu menjadi salah satu dari anggota geng motor. Siswa dari suami Nara, ia berada di tempat kejadian saat suami Nara tertabrak dan meninggal.

Nara tak menjawab apapun, matanya menatap kosong ke sembarang arah. �Aku selalu bermimpi buruk. Aku tak memiliki banyak waktu, maafkan baru bisa menghubungi guru saat-saat seperti ini. Di tempat yang sama. Apa kau juga bermimpi yang sama. Sebentar lagi peringatan kematian akan diadakan, guru.� Ungkap Moo Jin yang dihantui rasa takut dan bersalah selama 2 tahun itu.



Mr. Choi mengantarkan Nara pulang dengan taksi. Ia sangat memperhatikan Nara, �Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Semua ini bukan salahmu. Bila kau masih belum siap, tidak mengapa untuk tidak kembali berkutat dengan dunia sekolah.� Nara menatap keluar jendela, �Aku baik-baik saja, mengajar adalah impian panjang dari suamiku. Ia hidup dalam mimpi itu. Anak itu, Moo Jin. Ia menelponku seraya menangis dan meminta maaf. Tapi aku tidak merasakan apapun.� Ungkap Nara, ia tak merasakan apapun, tak merasa dendam tak juga ingin memaafkan siswa itu.


�Semua ini bukan salahmu. Anak itu walaupun dipaksa untuk bergabung ke dalam geng motor, seharusnya ia segera melaporkan semua perbuatan anak-anak berandal lainnya. Maka semuanya tidak akan seperti ini.� Jawab Mr. Choi.



Nara merasa tak enak bila harus diantar Mr. Choi sampai apartementnya, akhirnya mereka berhenti di depan sebuah toko. Mr. Choi melihat Woo Gi, ia tengah bekerja paruh waktu di toko itu. Nara dan Mr. Choi memutuskan untuk membeli sesuatu dari toko tempat Woo Gi bekerja.


Sementara Mr. Choi mengambil barang-barang yang akan dibelinya, Nara menunggu di depan  kasir, berbincang bersama Woo Gi. �Bukankah ibumu akan khawatir bila kau bekerja sampai selarut ini? Lagi pula kau masih berada di tingkat kelas 12 sma.� tanya Nara.



Woo Gi tersenyum, ia tak malu untuk mengatakan semua hal tentang dirinya. �Aku sudah tak punya ibu. Ia sudah meninggal saat aku smp. Aku hidup sendiri.� Mendengar hal tersebut Nara terdiam. Ia tak seharusnya bertanya seperti itu, mungkin saja Woo Gi akan merasa tersinggung. �Tidakkah kau risih berada di sekitarku?� tanya Nara. Woo Gi masih menyunggingkan senyum manisnya, �Tidak. Aku menyukainya.� Jawab Woo Gi dengan tulus. �Kau hampir bunuh diri? Aku juga berpikiran seperti itu setelah Ayahku meninggal. Tapi kemudian aku merasa takut untuk mati, saat melihat dirimu hendak bunuh diri.� Jawab Woo Gi.


Setelah Mr. Choi membayar semua belanjaannya, ia memberikan separuh barang-barang belanjaannya untuk Woo Gi dan membelikan minuman untuk Nara, Mr. Choi pergi.


Woo Gi menawarkan diri, �Jalan ke arah apartement sangat berbahaya, apakah aku boleh mengantarkanmu?� tanya Woo Gi. Nara pun akhirnya menunggu Woo Gi menyelesaikan tugasnya. Ia menunggu di luar.



Tidak lama kemudian, seorang pria menggunakan helm mengendap-endap di depan toko tempat Woo Gi bekerja. Pria misterius itu menyiapkan senjata tajamnya, ia hendak menyerang Woo Gi untuk mencuri uang di kasir. Nara segera melindungi Woo Gi, ia tak ingin melihat Woo Gi berakhir seperti suaminya. �Jangan macam-macam. Aku sudah menelpon polisi.� Ancam Nara seraya melindungi Woo Gi hingga tangannya terluka, Woo Gi berhasil melumpuhkan pria itu dengan meninjukan rasa amarahnya dengan geram ke arah pria itu.



�Apakah kau tidak apa-apa?� tanya Woo Gi, ia segera mengobati tangan Nara yang terluka. Bos pemilik toko datang tepat waktu. Polisi pun datang dan mengamankan pencuri yang berhasil dilumpuhkan oleh Woo Gi.



Keesokan paginya, Woo Gi dan Nara mendapatkan penghargaan kepolisian setempat berkat kerja sama mereka dalam menangkap dan melumpuhkan seorang pencuri. Mereka diberi penghargaan. Woo Gi sangat bangga dengan penghargaan yang di dapatnya, ia mengangkat tangan Nara yang hanya tertunduk.

Mendengar tepukan tangan dari banyak orang di tempat itu, Nara pun dapat tersenyum. Senyum yang disimpannya selama 2 tahun.



Woo Gi dan salah satu temannya mendapatkan tugas untuk membersihkan kelas. Teman sebangku Woo Gi memberitahukan rumor yang ia dengar dari obrolan guru-guru. �Aku dengar suami guru kita meninggal akibat ulah anak-anak geng motor. Suami Guru Nara itu hendak menghentikan aksi anak muridnya yang terlibat geng motor. Tapi, bencana datang, seseorang yang sedang meluncur dan beraksi akrobatik bersama motornya itu tergelincir, hingga motornya menabrak suami Guru Nara. Aku dengar hal itu dari guru-guru yang tengah mengobrol, ketika aku sedang piket membersihkan kantor. Kau tidak tahu, beritanya bahkan sampai masuk koran.� Cetus teman Woo Gi. Woo Gi mengangguk mengerti.



Woo Gi duduk tepat di samping Nara yang tengah menonton murid-muridnya bermain bola. �Apakah kau tidak apa-apa?� tanya Nara saat mengetahui kedatangan Woo Gi. �Aku tidak apa-apa. Tapi masih terasa sakit, karena aku hidup sendiri tak ada yang mengurus luka ini.� Woo Gi tertawa seraya mengusap pipinya yang masih dibalut perban.


�Guru, jangan lakukan hal seperti semalam. Kau tau, betapa khawatirnya aku, kau seorang wanita.� Ungkap Woo Gi. Nara tersenyum.



Nara bertemu Woo Gi di tepian sungai, ia tengah tertidur seraya mendengarkan musik. Bayangan tubuh Nara menutupi sorotan sinar matahari yang mengarah ke Woo Gi, membuat Woo Gi terbangun. �Apakah ini hujan? Aku mendengar suara hujan.� Lirih Woo Gi. Nara menggeleng dan berkata, �Tidak. Ini tidak hujan.� �Ah, ini..� Woo Gi menunjuk ke arah earphone yang digunakannya. Woo Gi baru saja mendengarkan suara hujan dari earphone itu. �Seseorang menyuruhku untuk mendengarkan suara hujan.� Ungkap Woo Gi pada Nara yang duduk di sebelahnya.


�Aku ingin menunjukkanmu ke satu tempat.� Ajak Woo Gi pada Nara. Nara diajak ke sebuah tempat yang penuh dengan ilalang-ilalang hijau.


Tempat yang tidak terjamah oleh siapapun, sebuah lahan kosong di bawah bangunan jalan layang. Tempat itu sangat sejuk dan asri, meski hanya dikelilingi oleh banyak rerumputan liar. Woo Gi duduk di sebuah bangku yang tak terpakai.
Bersambung Sinopsis Drama Special : Nara�s Rain part 2...




Previous
Next Post »
Blogger Academia Blog ini terdaftar sebagai Alumni Blogger Academia tahun 2015 dengan Nomor Induk Blogger NIB: 015182166, dan dinyatakan Lulus sebagai salahsatu dari 100 Web/Blog Terbaik Blogger Academia tahun 2015.

Mohon laporkan jika terjadi penyalahgunaan Blog dan atau terdapat pelanggaran terhadap konten/artikel yang terindikasi memuat unsur Pornografi, Perjudian dan Hal-hal berbau Sara.

Hormat kami,

Andi Akbar Muzfa, SH
Ketua Blogger Academia
Pimpinan Advokat dan Konsultan Hukum ABR & Partners