Perkembangan Retorika Pada Era Yunani

Retorika berkembang pada era Yunani. 
Pada masa inilah retorika mengalami puncak keemasan. Ini terkait dengan sejarah awal keberadaan orang Yunani sebagai perantau yang memiliki jiwa petualang. Mereka merantau karena kondisi geografis negara Yunani yang terletak di Semenanjung Balkan tidak subur dan sedikit memberikan hasil bagi penduduknya, kemudian mereka merantau ke tanah asing dan mendirikan negara baru di sekitar laut Egia dan pantai Asia Kecil. Di tanah rantau ini, orang Yunani mengalami perbaikan ekonomi dan mampu membeli budak untuk mengurus pekerjaan mereka sehari-hari sehingga mereka mempunyai banyak waktu luang. 

Waktu senggang dimanfaatkan untuk memperkuat kemuliaan hidup dengan seni dan buah pikiran. Ilmu pengetahuan pun berkembang yang ditujukan untuk mencari kebenaran sehingga lahirlah filsafat.
Orang Yunani hidup berkelompok dalam sistem kemasyarakatan yang teratur yang disebut dengan Polis atau negara kota. Polis merupakan lembaga politik yang meliputi kekuasaan secara otonomi, swasembada dan kemerdekaan. 

Ketiga faktor inilah yang melatarbelakangi kebebasan berpikir yang membantu munculnya filsafat. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan hal-hal yang abstrak secara jernih dan jelas. Konsep tentang masyarakat dan politik adalah abstrak, yakni menyangkut tujuan didirikannya negara, sistem pemerintahan, dan kepemimpinan. Kemampuan menggunakan bahasa menjadi incaran bagi orang yang ingin masuk dalam jajaran elit politik Yunani.

Ketrampilan menggunakan bahasa mendapat perhatian dari penguasa pada masa itu untuk merebut kekuasaan dan melebarkan pengaruhnya. Bahkan, para penguasa itu menyewa agitator untuk memperkuat pengaruh mereka di mata masyarakat. Para agitator ini mempengaruhi pendapat umum dengan menggunakan alasan-alasan keagamaan dalam pernyataannya. Perkembangannya, para agitator ini mempelajari seni berbicara untuk meningkatkan penghasilannya karena mereka dibayar. Ada yang menyebut agitator ini sebagai kaum sophist yang artinya orang yang menipu orang lain dengan menggunakan argumenargumen yang tidak sah. 

Para sophist ini berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sambil berbicara di depan umum. Jika dirunut dari asal katanya, sophist dari kata sophos yang artinya cerdik pandai karena ahli dalam berbagai ilmu, baik politik, bahasa, dan filsafat. Perkembangannya menjadi ejekan atau sebutan bagi mereka yang pandai bersilat lidah dan memainkan kata-kata dalam berbicara. Representasinya adalah agitator yang dibayar sehingga muncul konotasi yang negatif.

Sebagian dari warga polis kritis terhadap apa yang disampaikan kaum sophis ini. Mereka mendiskusikannya dan mendirikan tempat-tempat pertemuan untuk membicarakannya. Tempat pertemuan ini disebut agora, tempat segala peristiwa yang menyangkut perhatian dan kepentingan umum dibicarakan.


Admin : Wulandari
Web Blog : Kajian Teologi




Previous
Next Post »